Prabowo Bingung: Mengapa Ada yang Dukung Koruptor?

Pendahuluan: Suara Lantang dari Istana

Di tengah berbagai isu nasional yang kompleks, satu pernyataan Presiden Prabowo Subianto sontak menjadi sorotan publik: ia heran dan prihatin melihat fenomena dukungan terbuka terhadap koruptor di Indonesia. Ungkapan itu dilontarkan dalam salah satu pidatonya belum lama ini, menyentuh akar masalah serius tentang moralitas publik dan kepercayaan terhadap hukum.

Bagi sebagian masyarakat, pernyataan itu seperti tamparan realitas—bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam budaya antikorupsi. Mengapa ada yang justru membela orang yang sudah merugikan negara? Mari kita bedah lebih dalam pernyataan Presiden ini, konteksnya, dan apa artinya bagi bangsa.


Kutipan Tajam dari Prabowo

“Saya bingung, kenapa ada yang turun ke jalan, berteriak-teriak membela koruptor. Itu tidak masuk akal. Negara ini dibangun dengan susah payah, tapi ada yang bela pencuri uang rakyat.”
Prabowo Subianto

Dalam pidato kenegaraan tersebut, Prabowo menekankan bahwa korupsi adalah musuh utama pembangunan nasional. Ia menyampaikan keprihatinannya karena di beberapa kasus, koruptor yang sudah diproses secara hukum malah mendapatkan dukungan dari kelompok masyarakat, bahkan lewat aksi massa.


Fenomena yang Dimaksud: Aksi Massa untuk Koruptor

Beberapa tahun terakhir, publik Indonesia sempat menyaksikan sejumlah aksi yang mendukung tokoh-tokoh yang sedang tersandung kasus korupsi:

  • Ada unjuk rasa mendukung pejabat daerah yang ditangkap KPK.

  • Ada kerumunan warga menyambut bebasnya narapidana korupsi, bahkan dengan pengalungan bunga.

  • Dalam beberapa kasus, pelaku korupsi masih dipandang sebagai “pahlawan lokal”, karena dianggap berjasa pada komunitas atau kelompok tertentu.

Fenomena inilah yang menjadi sorotan Presiden Prabowo. Menurutnya, ini adalah anomali moral yang berpotensi mengacaukan nilai-nilai keadilan dan keteladanan di tengah masyarakat.


Mengapa Ini Bisa Terjadi?

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa koruptor masih mendapat simpati:

1. Kultur Feodalisme dan Patronase

Banyak tokoh korup yang sebelumnya merupakan figur populer atau “dermawan” lokal. Bantuan pribadi atau karisma mereka membuat masyarakat mengabaikan kesalahan hukumnya.

2. Kurangnya Literasi Hukum dan Antikorupsi

Sebagian masyarakat masih belum memahami bahwa korupsi adalah kejahatan serius, bukan sekadar “kesalahan administratif”. Minimnya edukasi publik membuat mereka mudah dimanipulasi opini.

3. Polarisasi Politik

Ada kasus di mana dukungan terhadap tokoh korup bukan karena simpati, tetapi sebagai bentuk oposisi terhadap penguasa atau institusi penegak hukum.


Dampak Sosial: Rusaknya Keteladanan

Ketika koruptor didukung dan dielu-elukan, maka masyarakat, terutama generasi muda, akan melihat bahwa “jahat pun bisa menjadi pahlawan.” Ini berbahaya. Jika keadilan bisa dikompromikan oleh loyalitas buta, maka:

  • Hukum menjadi lemah

  • Korupsi dianggap lumrah

  • Integritas pejabat tidak lagi penting

Presiden Prabowo menyadari bahwa perjuangan melawan korupsi bukan hanya soal hukum, tapi juga perang moral dan budaya.


Respon Masyarakat dan Tokoh Antikorupsi

Pernyataan Presiden ini mendapat banyak respons positif dari tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi. Salah satunya adalah dari ICW (Indonesia Corruption Watch), yang menyebut pernyataan itu sebagai “wake-up call dari puncak kekuasaan.”

Namun ada juga yang menilai bahwa sikap Presiden harus dibarengi dengan komitmen nyata dalam memperkuat KPK, memperbaiki sistem hukum, dan mencegah politisasi penegakan hukum.


Langkah Nyata yang Diharapkan

Pernyataan saja tidak cukup. Agar pesan Presiden menjadi lebih bermakna, masyarakat berharap ada langkah-langkah konkret, seperti:

  • Pendidikan antikorupsi yang masif di sekolah dan komunitas

  • Sanksi sosial terhadap pendukung koruptor

  • Reformasi birokrasi dan sistem peradilan

  • Dukungan penuh terhadap independensi KPK dan aparat penegak hukum lainnya


Penutup: Saatnya Memilih Pahlawan yang Benar

Pernyataan Prabowo yang heran terhadap dukungan pada koruptor adalah cermin kegelisahan seorang pemimpin yang ingin bangsanya bermartabat. Ini bukan soal politik semata, tapi soal pilihan moral dan masa depan bangsa.

Jika bangsa ini ingin maju, maka koruptor tak bisa lagi dijadikan simbol perlawanan atau panutan lokal. Pahlawan sejati bukan mereka yang pandai membagi-bagi uang hasil curian, tapi mereka yang menjaga amanah dan membangun negeri tanpa pamrih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *